Logo…
Logo adalah sebuah simbol gitu gitu aja yang diwarnai dengan sesuka hati oleh pembuatnya dan di bacoti sedemikian rupa sehingga ada nilai filsafah keberagaman dan kultural yang tertanam di dalamnya, hingga membuat yang “minta buatin” logo tersebut berdecak kagum dan geleng2 tidak mengerti lalu invoice pun turun dan rekening terisi, Alhamdulillah…Karena memang itu kan tujuan utamanya?
Oleh sebab itu, pembuatan sebuah logo yang serampangan dan suka suka adalah hal lumrah dan biasa biasa saja, gridline, guideline, fibonaci, ataupun golden ratio, cuma jadi hal sepele gaya-gayaan yang akan membuat kagum sesama desainer saja, coba kasih gambar logo dengan segala macam kerumitan golden ratio ke klien Anda, dijamin mereka cuma bakal “oh, oke” yang terpenting adalah pahami si peminta, klien Anda ini siapa? kuli pasar yg mendadak jadi milyuner? atau orang kaya dari lahir lulusan harvard? persetan sama brief dan visi misi perusahaan, karena pada dasarnya sebuah logo adalah urusan personal antara logo itu sendiri dan yang minta dibuatin logo, malah kadang dalam beberapa kasus, logo cuma jadi kayak “yaudahlah yang penting ada”.
“Kan cuma gambar doang”
“Yaudah, ambil aja dari google lah”
“Ini kok pecah ya gambarnya? bisa tolong diedit ngga biar ngga pecah?” *disaat gambar yang dikasih adalah thumbnail image 25X25 pixel dengan resolusi 72 Dpi dan pengen dijadiin image buat backdrop dengan ukuran 4X4 meter…well…i don’t know, langsung ngerasa beloon banget, 10 tahun nge-design tapi ngga bisa ngerubah image 25X25 pixel jadi ngga pecah di backdrop 4X4 meter*
Dan masih banyak lagi celetukan-celetukan soal design yang cukup menyakitkan dan menyinggung, semuanya adalah karena ketidak-mengertian beberapa orang terhadap profesi ini, yak betul profesi! nge-design yang menurut kalian (yang tidak mengerti) “asik”, “cuma gambar-gambar doang”, “cuma gitu doang” itu sebenernya profesi loh! serius deh, ada diluar sana cukup banyak orang yang hidup dan menghidupi keluarganya dengan melakukan perbuatan yang jarang sekali kalian hargai ini.
Dan sebagai informasi, seorang desainer grafis itu ngga “cuma” ngegambar doang loh, ada proses yang namanya brainstorming, sketching, mind mapping, sebuah proses cukup panjang dan menyita pikiran tentang bagaimana sebuah gambar itu bisa berkomunikasi dengan baik, tentang bagaimana sebuah gambar itu dapat dimaknai dan diartikan dari tiap-tiap garis dan bentuknya supaya menjadi satu kesatuan identitas yang utuh. Yang lebih hebatnya lagi, kami ini ngga cuma gambar-gambar doang, kami membuatnya dengan perhitungan dan presisi, biasanya kami gunakan golden ratio (rumus fibonacci).
Gue pernah mendengar seorang CEO berkata kepada Head Marketing-nya “yaudahlah, kan cuma gambar doang”, serius itu sangat menyakitkan dan sama sekali ngga relevan dengan kenyataan, kenapa? karena CEO itu memimpin sebuah perusahaan retail yang notabene-nya, butuh banget banyak material design, dari mulai flyer, poster, brosur, website, social media, gimmick, banner, baliho, dan sebaginya dan sebagainya, trus dia dengan entengnya, sombongnya, dan ketidak mengertiannya berani bilang “kan cuma gambar doang” dia ga sadar kalo team sales-nya setiap hari jerit-jerit minta design flyer, minta design poster, minta design gimmick, buat apa? buat alat jualan! karena sejago-jagonya sales nge-bacot, ngga akan bisa jualan tanpa “senjata” dan “senjata” satu-satunya bagi seorang sales adalah DESIGN! kebayang ngga? ada sales jago banget bacot, product knowledge khatam, rapih, necis, good looking banget, tapi jualannya pake selebaran bikin di word pake comic sans dan gambar item putih nyolong di google yang di transform tanpa shift, so meletat meletot deh tuh gambarnya, gue yakin, se yakin-yakinnya, semua penampilan dia diatas itu ngga bakal ngaruh sama sekali, karena apa? karena orang tuh males interaksi sama sales, orang kebanyakan pengennya “ada brosurnya ga mas? coba saya liat liat dulu”.
So, buat CEO, Head Marketing, atau siapapun elo, kalo masih ngejalanin bisnis yang tujuan utamanya buat bikin semua orang / kalangan beli produk elo, please, jangan remehin orang design, karena lo bukan cuma butuh orang design, tapi lo terikat dengan mereka, tanpa orang design, yang “ngedandanin” material jualan lo, bisnis lo sama aja kayak mahasiswa di lampu merah yang minta sumbangan pake box indomie.
Siang itu,
loket di stasiun Sudimara, Jombang-Tangerang Selatan, begitu padat, antrean panjang menjadi pemandangan indah di teriknya matahari.
Saya tidak ingin kemana mana, hanya saja ada dua tiket THB yang rasanya sayang kalau di biarkan saja hangus di dompet (secara 1 tiket nya bisa di refund 10 ribu, lumayan kan 2 tiket dapat 20 ribu, bisa beli nasi padang).
Saya pun ikut mengantri dengan santai di loket 5. Stasiun sudimara memiliki 2 loket sebenarnya, namun siang ini hanya 1 loket yang dibuka sementara loket satunya ditutup.
Tidak lama saya mengantri ada seorang laki laki berbaju merah (LBM) yang nampak kebingungan, setelah celingak celinguk beberapa saat diapun melihat ke pemuda berbaju hijau (PBH) di depan saya, lalu dia mulai bertanya
LBM : mas, kalo mau nukar tiket (refund) dimana ya?
PBH : ooh disini nih mas (sambil menunjuk ke arah loket yang tutup)
LBM : disini ya bisa ya? (Sambil menunjuk ke arah loket yang tutup)
PBH : iya mas!
Lalu si laki laki berbaju merah ini pun maju ke depan loket yang tutup, tanpa curiga sedikit pun dia berdiri disana, sesekali memanggil manggil petugas yang nampak sedang sibuk melayani pembelian tiket, tentu saja petugas tidak terlalu mengindahkan panggilan laki laki berbaju merah ini karena petugasnya pun sedang sibuk.
Setelah cukup lama berdiri dan memanggil tanpa ada respon, laki laki berbaju merah ini pun mulai gelisah, sampai akhirnya ada seorang petugas lain yang masuk ke ruangan loket lalu memberitahukan kepada laki laki berbaju merah bahwa loket dimana dia berdiri itu tutup dan untuk menukarkan kartu dia harus antri di loket sebelahnya (tempat saya dan pria berbaju hijau mengantri). Sambil cengar cengir tengsin laki laki berbaju merah pun mundur dan masuk ke antrean paling belakang.
Saya lalu berfikir, beginilah bahayanya berita palsu. Ketika seseorang menerima berita palsu lalu si penerima berita melaksanakan 100% apa yang di sampaikan kepadanya, maka akan sia sia lah apa yang dia lakukan, meskipun apa yang dia lakukan sudah sesuai dengan prosedur, ya kan? Laki laki berbaju merah ini sudah menjalankan apa yang di beritahukan oleh pria berbaju hijau, yaitu mengantri di loket sebelah ( loket yang tutup) dan membawa tiket THB untuk di refund, namun apa yang dia tidak tahu adalah bahwa dia mengantri di loket yang tutup! Maka apa yang sudah dia lakukan (meskipun sesuai dengan prosedur) akan menjadi sia sia.
Apakah kalian menangkap leluconnya?
Ini baru salah ngasih tahu loket, loh, apakah terbayang oleh kita kalau berita palsu yang disampaikan itu berkaitan dengan syariat? Tuntunan beribadah? Atau hal hal yang berkaitan dengan hukum halal haram? Naudzubillahimindzalik.
Sementara yang menyampaikan kabar palsu itu diam, padahal dia tahu apa yang disampaikannya adalah sebuah kesalahan, dan yang menerima kabar terus terusan berada di dalam kepalsuan, akhirnya apa? Dia tersesat! Karena melakukan sesuatu yang sia sia.
sometimes i wonder, what if the techpocalypse (not the game) happens soon? what if it really hapens? and we’re forced to live our life just exactly like our ancestors, with bow and arrow and sword and farming and you have to ride a horse to go to indomaret or alfamart and you can see children playing outside, people talk to each other for real, i mean they really talk, yeah, they look into each others eyes and do the…talking…instead of looking down to a bright screen and play with their thumb, well…i think it’s kinda cool, right?
“Ada kalanya satu reaksi, buat segalanya jadi berarti”
sebuah punch line dari TVC campaign-nya A mild yang baru, dan (buat saya) itu apik sekali.
Ini sih analisa subjektif aja yah, sekali lagi ini subjektif aja yah.
Saya lupa tepatnya kapan pertama kali saya melihat iklan ini, yang pasti alur dalam cerita iklan ini cukup jelas saya tangkap, seorang anak muda urakan, dengan tatanan rambut agak keriting tak terawat, dandanan seadanya (cenderung agak dekil) dengan style everlasting (style casual nyaman tanpa celana mengkerecet atau baju-baju hebring ala pria-pria hipster masa kini ibukota Jakarta) yang kurang lebihnya dapat dikategorikan ke dalam “anak design” atau “seniman” mungkin lebih tepatnya, di iklan ini diperlihatkan telah selesai membuat sesuatu dalam sebuah frame (umunya yang ada di frame itu yah lukisan atau foto, tapi entah juga mungkin kalo tab di masukkan ke dalam frame jadi kita bisa nonton film di dalam frame kan, tapi saya akan lebih senang menganalogikan, kalau yang berada dalam frame itu adalah GAMBAR), lalu dengan lucunya si pemuda diperlihatkan berkeliling kota, atau bisa di katakan berkeliling dunia untuk memperlihatkan kepada orang-orang mengenai isi dalam frame tersebut, ada beberapa scene lucu yang saya lihat dalam TVC ini, ada kalanya si pemuda urakan tampak memperlihatkan frame kepada turis di sebuah air terjun, dan mereka geleng-geleng, mungkin sebagai penanda mereka tidak tertarik, lalu ada kalanya si pemuda juga memperlihatkan isi dalam frame kepada para pekerja kontraktor dan mereka juga memperlihatkan tanda-tanda tidak tertarik, dengan menggelengkan kepala mereka, bahkan ketika si pemuda urakan memperlihatkan gambar kepada seekor illama, illama itu pun buang muka, namun si pemuda urakan terus berjalan dan berkeliling entah menawarkan atau sekedar memperlihatkan kepada orang-orang tentang isi di dalam frame yang dia bawa, hingga si pemuda urakan tiba di sebuah kota yang kalau saya lihat dari tatanan bangunan dan lingkungannya kota ini agak mirip italia atau paris kali yah, yah pokoknya antara itu deh, di kota ini si pemuda urakan memperlihatkan frame kepada seorang wanita yang sedang duduk di dalam restoran, namun si wanita lagi-lagi menggelengkan kepalanya sebagai penanda menolak atau tidak tertarik, di sini lah si pemuda tertunduk layu sambil berjalan gontai ketika ada seorang wanita lain yang juga dari dalam restoran tampak keluar mengejar si pemuda lalu meminta si pemuda memperlihatkan frame kepadanya, ekspresi yang di buat si wanita memberikan pertanda kalau si wanita tampak tertarik dan mereka berdua pun tersenyum, lalu scene berganti dengan latar jalan raya di sebuah gurun dengan si pemuda urakan berjalan di sisi bahu jalan dan ketika ada sebuah mobil yang dengan jelas terihat ada dua orang wanita di dalamnya melintas, si pemuda urakan mengangkat frame memperlihatkannya ke arah dua orang wanita di dalam mobil yang sedang melintas tersebut, kedua wanita mengangkat tangannya menandakan seperti mereka peduli dan menunjukkan ekspresi kegembiraan, kamera zoom in ke wajah si pemuda urakan yang menampakkan ekspresi kepuasan lalu VO dengan copy write
“ada kalanya satu reaksi buat segalanya jadi berarti”
nah, abis deh TVC nya, mungkin untuk sebagian orang akan berfikir
“ih apaan sih nih iklan? Ngga jelas!”
atau sebagian lagi mungkin akan menilai
“wuih gila a mild buat iklan rokok aja sampe pake bule trus kayaknya keliling dunia tuh! Itu kan air terjunnya niagara falls, trus itu kan restoran kayak gitu ga ada tuh di Indonesia blablabla”
atau juga yang akan langsung mengganti saluran televisinya sambil mengeluh “ah elah lama banget sih iklannya”
tapi buat saya, ini iklan adalah sebuah cerminan, adalah sebuah keadaan yang saya sendiri pun (berdasarkan analisa subjektif saya yah tentunya) merasakan betul apa yang si pemuda urakan di atas rasakan. Kalau saya memposisikan diri saya sebagai si pemuda urakan maka akan saya dapati sebuah alur dimana :
saya, sebagai seorang self taught graphic designer (desain grafis yang belajar sendiri) atau dengan kata lain anak desain tanpa sejarah kepemilikan ijasah DKV dan tentunya embel-embel sarjana seni, yang baru saja selesai membuat sebuah karya kecil-kecilan (biasanya karya kecil-kecilan ini adalah sebuah tracing vector painting atau tracing digital painting atau hanya sekedar typhography yang memang langganan saya buat sebagai sarana untuk memperdalam ilmu desain saya, mengembangkanya, mengasah insting, dan tentunya sebagai sarana untuk promosi supaya bisa dapat kerjaan sampingan) kecenderungannya karya itu akan saya promosikan lewat website-website online portfolio, atau website-website populer lainnya, seperti deviantart.com, tumblr.com, behance.net, atau website-website blogging seperti wordpress dan blogspot, dan belakangan juga saya banyak mempromosikan karya-karya saya lewat instgram, nah setelah karya-karya saya masuk ke dalam web-web diatas, itulah saat dimana saya menunggu dengan penuh pertanyaan, menanti, dan mulai ketar-ketir, apakah orang-orang akan ada yang menghargai karya saya? Sekedar nge-reblog, nge-like, atau syukur-syukur comment positif soal karya yang sudah sya masukkan itu, dari sini apa kalian menangkap korelasinya?
Kegiatan saya yang meng-upload itu kan judulnya di website yah, di www (world wide web) yang notabene akan dapat dilihat oleh orang banyak, di seluruh belahan dunia, dengan catatan si orang itu punya akses internet, nah itu di gambarkan sangat jelas di dalam iklan a mild, dengan si pemuda yang berkeliling dunia memperlihatkan frame (atau isinya) ke orang-orang di seluruh dunia (sebenernya ini gue ngga bisa bilang seluruh dunia yah, cuma kan dari setting latarnya yang berubah-ubah kita bisa lihat kalau memang beda-beda, ada gurun pasir, ada bangunan tua khas Eropa, ada air terjun niagara, ada kontainer-kontainer di pelabuhan, dsb)
Saya rasa itulah cerminan yang berusaha di buat A mild dalam campaign TVC mereka yang baru itu, bagaimana kita (karena saya yakin, yang melakukan hal seperti saya di atas bukan cuma saya) baik sebagai desainer yang belajar sendiri ataupun desainer yang memiliki ijasah, sebagian besar pasti pernah berada dalam posisi si pemuda urakan, posisi dimana kita sudah membuat dengan serius sebuah karya sebagai “amunisi” yang kita buat untuk masuk lebih dalam ke industri kreatif ini.
Jadi kalau boleh saya gambarkan secara harafiah dan sempit menurut subjektifnya saya mungkin begini yah, si pemuda urakan adalah seorang seniman grafis yang baru saja menyelesaikan sebuah karya yang (menurut dia, apik) tentunya kalau dalam kehidupan nyata kita tidak mungkin juga kan bawa-bawa hasil cetakan keliling dunia cuma buat nanya ke orang-orang “pak menurut bapak ini gimana?”, jadi scene dimana si pemuda urakan keliling dunia untuk memperlihatkan karyanya ke orang-orang itu mungkin realistisnya adalah kita yang meng-upload karya kita ke deviantart, behance, tumblr, blog, fb, instagram, dsb yang memang secara tersirat kita ingin orang-orang melihat, mengapresiasi, atau syukur-syukur ada yang mau bayarin karya kita itu ya, ngga?
Luar biasa memang, keterbatasan yang di ciptakan undang-undang pariwara di negeri ini, membuat para pekerja kreatifnya bener-bener berfikir luar biasa untuk bisa membuat sebuah TVC kampanye periklanan, dan memang kok, rokok a mild itu lekat sekali hubungannya sama anak-anak muda yang berjiwa bebas, kurang lebih anti mainstream, penuh dengan terobosan, ngga suka diatur-atur, sedikit rebel, dan lain lain.
Sekian dari saya, udah mau jam 12 malem, sebatang dulu terus tidur…
Mari kita mulai dengan Bismillah, segala sesuatu toh akan dimulai dengan Bismillah kalau mau ujung-ujungnya enak, paling tidak berkah lah.
Apakah kamu menyukai jika kawan mu meminta sesuatu yang penting kepadamu dengan berteriak-teriak? Atau ada teman mu yang sangat butuh bantuanmu tp dia minta tolongnya dengan cara me-mention mu di twitter atau facebook status? Padahal keadaannya saat itu hape mu aktif dan sinyalnya “ngaceng” sangat, trus temen mu itu udah tau banget nomor handphone kamu,tapi tetep dia mention kamu di twitter utk minta pertolongan mu,kesel ga?
Gua sih jujur aja ya ini bukan pengalaman pribadi,cuma gua meng-analogikan aja keadaan ini ketika gua jumatan gua menjumpai banyak banget ustad2 yang berdoa sambil tereak-tereak sampe serak,sampe pekik telinga ngedengerin doanya yang ada di hati gua jg bukan tentu sebuah kata “amin” melainkan komentar sinis seperti “ini ngapa sih doanya bgini amat?!” Dan gua yakin bukan cm gua yang berfikiran seperti ini.
Yang satu lagi tentu saja berdasasarkan pengamatan gua terhadap temen2 gua yang bisa2nya gt di status facebook, bbm atau di twitter nulis “ya Allah mudahkan lah jalan ku” itu yang kayak bgitu entah miskin pendidikan atau kurang kasih sayang dari org tua yah? Padahal gua ngeliat temen2 gua yang kayak gt rata2 org mampu loh (ya jelas aja mereka berdoa lewat twitter for blackberry) otomatis mereka mampu dong beli sajadah? Yengga? Tapi kenapa masih dangkal aja ya pemikirannya mereka? Malah berdoa via twitter! Gua pernah ngomentarin satu org temen gua yang kayak gt malah di katain sok suci,homo,dsb…hahahaha.
Semakin jelas aja kalo anak2 yang berdoa via twitter itu otaknya dangkal dan kurang pendidikan dan yang pasti mereka kurang kasih sayang dr orang tua mereka. Yaiyalah,gua sih jujur aja,pendidikan agama gua emang minim yah cuma gua masih inget betul bahwa ada ayat (yang kurang lebih isinya bgini CMIIW) bilang “berdoalah di malam hari ketika org2 sudah tertidur dan berdoalah dengan suara yang pelan” (kurang lebihnya gt) nah kan…kalo memang org2 yang berdoa di twiiter atau ustad yang di masjid itu memang punya pendidikan yang baik,otaknya ga dangkal,dan kasih sayang dari orang tuanya cukup,pasti ga bakal lah berdoa sambil jerit2 apalagi memohon sama Allah di twitter! Hahahaha…twitter sendiri buatan yahudi,mana ada Allah dengerin doanya org twitteran,karena gua pun sangat yakin bahwa orang-orang yang berdoa di twitter itu pasti pas ngetik lagi rebahan sambil pake celana kolor! Boro2 inget solat,ngambil wudhu aja udah enggan kali. Gua cm berharap aja, mudah2an kedepannya umat Islam,terutama anak2 muda yang punya blackberry dan ustad2 baru yang ceramah di masjid,bisa lebih santun dan sopan lagi sm Allah,karena biar gimana juga Allah itu Tuhan,pencipta alam semesta,masa lo minta sama Allah di twitter atau sambil tereak2? Jangan bodoh lah