“jangan putus silaturahmi ya”
“bro, keep in touch ya”
“kabarin bro kalau ditempat baru butuh karyawan”
“nitip CV dong”
Sekelebat pesan dan kesan yang biasanya disampaikan oleh rekan sekerja ketika rekan lainnya resign.
Yang terjadi setelahnya apa? Ya hidup masing-masing dong, janji-janji bual penuh basa-basi di hari terakhir ngantor untuk ngajak gabung, nitip CV, atau bawa gerbong cuma jadi bahan kelakar ringan biar ngga dibilang sombong aja, kenyataannya si rekan kerja yang pindah ke tempat baru dengan posisi yang bagus itu cuma akan jadi kenalan lama buat lo, yang nantinya, balas chat akan lama, ditanya kabar cuma sekadar jawab saja (ngga nanya balik), dan ketemuan untuk ngopi-ngopi cantik pun cuma jadi wacana yang tidak akan kunjung wujud karena rekan kerja lu itu mungkin ngerasa sudah ngga level main sama staff biasa kayak lu.
Pada akhirnya ya lu tetap harus berjuang sendirian, menangkap setiap kesempatan yang ada, beramah tamah dengan orang asing dan berharap bisa di jadikan karyawan, walaupun cuma kontrak.
Gue dulu nongkrong bareng Direktur, ya, Direktur, VP, Departemen Head, dan beberapa karyawan yang bukan hanya punya jabatan, tapi (ngakunya) punya akses sampai ke pejabat, komisaris, dan dewa-dewa pemilik saham, pun, ketika gue dipecat dan lagi luntang-lantung nyari kerjaan baru, mereka dimana? Ya, mereka sudah menikmati posisi baru, gaji lebih besar, dan tempat kerja yang lebih nyaman, seperti gue bilang diatas, balas WA lama, ditanya cuma sekadar jawab aja ngga ada pertanyaan balik, intinya tidak menunjukkan gelagat ketertarikan untuk bicara sama gue deh, apalagi untuk menolong sekadar kasih kabar ke HRD mereka, kan?
Begitulah ya, kadang, baik dan bermanfaat sama orang lain itu ngga cukup, karena itu yang gue rasakan, gue sama Direktur kenalan gue itu, sama VP, dan beberapa pemegang jabatan yang ngga mungkin gue sebutin namanya disini, akrab kok, bahkan, gue bermanfaat buat mereka, gue membantu mereka membuat desain-desain untuk urusan pribadinya mereka, gue mengerjakan pekerjaan yang bukan jadi tanggung jawab gue, tapi akhirnya, ternyata gue cuma alat, alat untuk memuaskan nafsu mereka dan mewujudkan mimpi mereka, gue di kendarai, di gagahi oleh para eksekutif biadab itu supaya mereka terkesan punya nama dan prestasi di mata para pemegang saham, terus gue dapet apa?
“Thanks ya Mas Eru!”
“Wah, lu emang jago Ru!”
Dan beberapa kelebat puja-puji tanpa makna, puja-puji yang tidak bisa membayarkan token listrik rumah gue, puja-puji yang tidak bisa membantu membayar sekolah anak gue.
Dari situ gue belajar, bahwa beneran deh, menjadi baik, jujur, dan bermanfaat bagi orang lain itu, tidak akan membawa lu kepada kesuksesan.
Gue diajarkan oleh pengalaman bahwa kalau lu mau sukses, maka jilatilah, jilatilah pantat atasan lu atau pantat-pantat orang berpengaruh itu sampai basah, manfaatkanlah orang-orang lemah yang ada dibawah lu, injak mereka, tipu mereka dengan janji-janji manis bahwa nanti kalau lu sudah menang proyek dan jadi besar maka akan lu berikan mereka jabatan dan gaji besar, hinakan mereka dengan lu ambil pekerjaan, keahlian, energi, dan waktu yang mereka punya, lalu apa? Lalu tinggalkan mereka, cuekin WA-nya, bila perlu block aja, dan tinggalkan mereka dalam kemiskinan, ngga usah bayar jasa atau hasil pekerjaan mereka!
Itulah yang gue alami, sepanjang tahun 2023 lalu, gue menjadi orang baik yang iya-iya aja, yang akhirnya, gue justru menceburkan diri kedalam kebangkrutan, yang membuat sesak nafas adalah, gue tidak hidup sendirian, gue punya anak-anak dan istri, yang akhirnya mereka adalah korban yang paling menderita.
Janji-janji posisi, jabatan, dan uang jutaan sebagai bayaran desain tinggallah janji, bahkan beberapa diantara biadab-biadab itu, malah nantangin ketika diminta bayaran, gue bukan ngga berani, tapi gue tau dan paham betul, ini zaman seperti zaman Pak Harto dulu, bikin urusan sama partai, kalau kita menang, maka mereka bawa massa, kalau kita kalah pun, mereka tetap bawa massa, gue cuma seorang desainer grafis yang ngga punya bekingan siapa-siapa selain Tuhan Yang Maha Esa, maka gue diam, terima semua caci maki, dusta, dan penghinaan itu dengan dada sesak, berharap Tuhan menolong, tapi entah kapan.